BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia
secara umum disebut makhluk sosial, artinya setiap individu tidak ada yang
dapat hidup tanpa individu lain, karena setiap individu perlu berinteraksi
dengan individu lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Interaksi yang dibangun
oleh individu-individu itulah yang menjadi faktor terbentuknya masyarakat.
Dalam
sebuah masyarakat terdapat kebudayaan yang berkembang secara alami. Karena
masyarakat adalah orang yang hidup bersama dan saling berinterksi sehingga
menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian hampir dapat dipastikan tak ada
masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan.
Budaya yang dimaksud adalah hasil karya manusia yang menjadi kebiasaan
dan memunculkan suatu tradisi. Dimana kebiasaan itu secara tidak langsung
menimbulkan interaksi karena adanya dorongan dari diri sendiri yang memunculkan
rasa solidaritas antar masyarakat.
Kebudayaan
adalah suatu keseluruhan kelompok yang melibatkan bahasa, kepercayaan, seni,
dan moral, hukum adat dan satu atau beberapa kemampuan dan kebiasaan yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Edward B. Taylor).
Terdapat
berbagai macam kebudayaan yang dapat memunculkan solidaritas diantara
masyarakat. Seperti kebudayaan gotong royong, dimana masyarakat yang ikut
berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong akan saling membantusatu sama lain
yang membutuhkan intraksi antar anggotanya. Interaksi dalam kegiatan
gotong-royong ini timbul karena dorongan dari diri masing-masing anggota
masyarakat, maksudnya yaitu dorongan seperti seorang anggota yang melihat
anggota lainnya sedang menolong, maka anggota lainya akan mempunyai dorongan
dalam dirinya untuk ikut membantu anggota yang lainnya, begitu pula yang
terjadi pada diri setiap anggota tersebut. Dengan demikian setiap anggota itu
memiliki rasa solidaritas dengan anggota-anggota lainnya.
Solidaritas
menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan kelompok yang
didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama. Berdasarkan
latar belakang tersebut peneliti ingin menentukan tipologi masyarakat di Dusun
Sumber Pang Kidul, Desa Sumbersuko, Kecamatan Wagir, Kabupaten malang menurut
teori Emile Durkheim dan Ferdinand Tonnies. Menurut Emile durkheimmasyarakat
dibagi menjadi dua yaitu masyarakat organis dan masyarakat mekanis dan Menurut
teori Ferdinand Tonnies, masyarakat dibagi menjadi dua, yaitu gemeinschaft dan
gesselschaft. Dalam masyarakat organis sifatnya cenderung individualis dan
heterogen. Jika disangkutpautkan dengan kebudayaan, masyarakat organis
cenderung bersolidaritas rendah karena mereka tidak terlalu peduli apa yang
menjadi urusan bersama. Sedangkan dalam masyarakat mekanis, masyarakat
cenderung homogen dan memiliki solidaritas yang tinggi karena mereka mempunyai
dorongan yang kuat dari diri sendiri untuk ikut serta dalam kebudayaan yang
menjadi identitas dalam wilayah tersebut.
Dalam
masyarakat gemeinschaft menurut Tonnies, masyarakat tersebut didasarkan pada
ikatan darah, tempat tinggal dan pikiran yang sama. Dalam kebudayaan yang ada
dalam suatu wilayah terjadi suatu keterikatan yang kuat antara ikatan darah,
tempat tinggal dan pikiran yang sama, jadi mau tidak mau dorongan untuk saling
bersolidaritas terjadi secara alami.Pada masyarakat Gesselschaft, keikutsertaan
mereka pada kebudayaan dalam suatu wilayah terjadi karena adanya suatu
perjanjian.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam
proposal ini, diajukan satu masalah sebagai bahan untuk mengidentifikasi dan
menganalisis dengan tujuan penentuan tipe masyarakat.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mendeskripsikan tipe-tipe
dimasyarakat, terutama di Desa Sumber Pang Kidul.
1.4
Manfaat Penelitian
1. Bagi
penulis, untuk mengembangkan kemampuan mengamati dan sebagai penerapan berbagai
teori yang sudah dipelajari selama dalam masa perkuliahan.
2. Agar
masyarakat umum dapat mengetahui tentang tipe-tipe masyarakat pedesaan.
3. menambah
wawasan pembaca terhadap perilaku masyarakat setelah di tipologikan, penelitian
ini juga bermanfaat sebagai kajian sosial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu
Dalam sebuah
penelitian yang pernah dilakukan oleh mahasiswa Universitas Airlangga yang
berjudul “ Tipologi Sosial Desa Wonosalam
“ tahun 2012. Hasil penelitian tersebut memfokuskan pada teori Durkheim yaitu
membagi dua kelompok masyarakat ke dalam solidaritas mekanis dan organis.
Penelitian ini menyimpulkan tipe masyarakat Desa Wonosalam adalah solidaritas
mekanis. Hal ini dapat dilihat dari masyarakat Desa Panglungan yang saling
mengenal satu sama lain dengan tujuan bersilaturahmi antar tetangga.
Solidaritas mekanis yang terlihat dari masyarakat ini dapat dilihat dari
tingginya tingkat kepedulian masyarakat yang saling membantu apabila ada
tetangga yang sakit, meninggal, dan terkena musibah dan bantuan tersebut
kebanyakan berupa uang dan tenaga. Solidaritas lain yang mereka tunjukan yaitu
dengan membantu jika ada anggota masyarakat lain bila sedang ada hajatan
seperti hajatan manten, hajatan sunatan dan lain-lain. Untuk hajatan seperti
itu mereka biasanya memberikan sumbangan berupa uang, beras, gula, mie dan
barang (kado).
Selain menggunakan
teori dari Durkheim, penelitian ini juga menggunakan teori dari Tonnis. Dimana
teori Tonnis ini tipe masyarakat dibagi menjadi dua yaitu Gemeinschaft dan
Gesellschaft. Berdasarkan tingkat solidaritas sosial dapat diketahui bahwa
masyarakat Desa Wonosalam masuk ke dalam tipe Gemeinschaft. Terlihat dari
kepentingan bersama lebih diutamakan ketika tetangga mengalami musibah. Selain
itu juga terlihat dari kepercayaan
tertentu secara turun menurun yang
dikuasai masyarakat setempat.
Dengan
melihat hasil dari penelitian yang telah dilakukan ini maka dapat disimpulkan
bahwa tradisi dan kebudayaan yang dilakukan masyarakat Desa Panglungan masih
tergolong masyarakat tradisional. Hal ini dapat dilihat dari masih
terpeliharanya sebagian besar tradisi masyarakat setempat antara lain upacara
kehamilan, upacara kelahiran, upacara pengantin, upacara kematian masih sangat
terpelihara dan tetapdilaksanakan guna menjaga tradisi yang merupakan warisan
dari leluhur mereka. Selain itu alasan masyarakat desa Panglungan masih menjaga
tradisi yang ada adalah untuk mendapat barokah dan keselamatan atau dengan kata
lain untuk menolak dan menghindar dari mala petaka oleh suatu kekuatan yang
mengendalikan alam ini. Selain itu dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa
Panglungan tergolong dalam tipe masyarakat Gemeinschaft.
2.2
Landasan Teori
2.2.1Teori menurut emile durkheim
a. Solidaritas
mekanis
solidaritas
yang muncul pada masyarakat yang masih sederhana dan diikat oleh kesadaran
kolektif serta belum mengenal adanya pembagian kerja diantara para anggota
kelompok. Biasanya disebut dengan masyarakat pedesaan, karena masyarakat
pedesaan identik dengan kesamaan. Ciri-ciri solidaritas mekanik adalah
solidaritas yang merujuk kepada ikatan sosial yang dibangun atas kesamaan,
kepercayaan dan adat bersama. Disebut dengan mekanik itu karena orang yang
hidup dalam unit keluarga suku atau kota relatif dapat berdiri sendiri dan juga
memenuhi semua kebutuhan hidup tanpa tergantung pada kelompok-kelompok lain.
b. Solidaritas
organik
solidaritas
yang mengikat masyarakat yang sudah kompleks dan telah mengenal pembagian kerja
yang teratur sehingga disatukan oleh saling ketergantungan antar anggota.
Biasanya terdapat pada masyarakat perkotaan. Yang artinya suatu keberadaan.
Solidaritas organik terjadi karena masing-masing memunculkan adanya suatu
perbedaan. Tetapi perbedaan tersebut saling berinteraksi dan membentuk suatu
ikatan yang sifatnya tergantung. Solidaritas organik prinsipnya yaitu bahwa
setiap individu dan individu lain itu sangat tergantung dalam artian tidak bisa
lepas. Ciri-ciri solidaritas organik adalah menguraikan tatanan sosial
berdasarkan perbedaan individual diantara rakyat, yang merupakan ciri dari
masyarakat modern, khususnya yaitu daerah perkotaan. Bersandar pada pembagian
kerja yang rumit dan didalamnya orang terspesialisasi dalam pekerjaan yang
berbeda-beda.
2.2.2
teori menurut Ferdinand tonnies
a. masyarakat paguyuban (gemeinschaft)
Sebagai
sesuatu yang kontras, menandakan terhadap perubahan yang berkembang,
berperilaku rasional dalam suatu individu dalam kesehariannya, hubungan
individu yang bersifat superficial (lemah, rendah, dangkal), tidak menyangkut
orang tertentu, dan sering kali antar individu tak mengenal, seperti tergambar
dalam dalam berkurangnya peran dan bagian dalam tataran nilai, latar belakang,
norma dan sikap, bahkan peran pekerja tidak terakomodasi dengan baik seiring
dengan bertambahnya arus urbanisasi dan migrasi juga mobilisasi.
Cirri-ciri
masyarakat gemeinschaft
1. Kehendak
bersama lebih dominan
2. Mengedepankan
anggota lebih keseluruhan
3. Kepentingan
bersama lebih mengedepankan
b. masyarakat
patembayan (Gesellschaft)
Patembayan
(Gesellschaft) merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu
yang pendek bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka serta
strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin.
Bentuk patembayan terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang
berdasarkan ikatan timbal balik misalnya ikatan antarpedagang, organisasi
pegawai dalam suatu pabrik atau industri. Bentuk organisasi sosial ini adalah
yang paling cocok untuk menjelaskan penerapan teori penetrasi sosial, dimana
hubungan timbal balik, percampuran berbagai kepentingan pribadi atau kelompok
sangat mendasari terbentuknya hubungan.
Cirri-ciri
masyarakat gesselschaft
1. kehendak
indivdu lebih dominan.
2. Kepentingan
pribadi lebih mengedepankan
3. Mengedepankan
individu sebagai keseluruhan
2.3 Definisi Konseptual
2.3.1 Kebudayaan
Secara etimologis kebudayaan berasal dari
bahasa Sansekerta “budhayah”, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi
atau akal. Sedangkan ahli antropologi yang memberikan definisi tentang
kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B. Tylor dalam buku yang
berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang
di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat
manusia sebagai anggota masyarakat. Pada sisi yang agak
berbeda,Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia
dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus
didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan
masyarakat. Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam
kehidupanan masyarakat.Secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:
1.Kebudayaan adalah segala sesuatu yang
dilakukan dan dihasilkan manusia, yang meliputi:
a. Kebudayaan materiil (bersifat
jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya kendaraan, alat
rumah tangga, dan lain-lain.
b.Kebudayaan non-materiil (bersifat
rohaniah), yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya agama,
bahasa, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
2.Kebudayaan itu tidak diwariskan secara
generatif (biologis), melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.
3.Kebudayaan diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Tanpa masyarakat kemungkinannya sangat kecil untuk
membentuk kebudayaan. Sebaliknya, tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia
(secara individual maupun kelompok) dapat mempertahankan kehidupannya. Jadi,
kebudayaan adalah hampir semua tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
2.3.2
Masyarakat
Menurut Emile Durkheim masyarakat adalah suatu kenyataan objektif individu-individu yang
merupakan anggota-anggotanya. Dalam masyarakat suatu kelompok yang memiliki
unsur dan berhubungan antara satu dengan lainnya tidak luput dari interaksi.
Unsur yang meliputi termasuk interaksi individu dengan individu lainnya
sehingga terjadi keterikatan di dalam kelompok tersebut. Keterikatan itu dapat
menentukan tingkat kesolidaritasan diantara masyarakat tersebut. Maksudnya
adalah jika tingkat keterikatan rendah maka tingkat kesolidaritas pun juga
rendah, begitu sebaliknya jika tingkat keterikatan tinggi maka tingkat
kesolidaritasan pun juga tinggi. Jika keterikatan semakin kuat maka tingkat
solidaritas semakin tinggi. Itu bisa kita jumpai di daerah pedesaan yang masih
terbilang masyarakat mekanis. Dimana masyarakat mekanis itu masih kental terhadap
kebudayaan bergotong royong yang dapat membuat masyarakat yang saling terikat
satu sama lain sehingga terwujudlah solidaritas yang tinggi.
2.3.3 Solidaritas Masyarakat
Menurut Durkheim, perubahan yang terjadi adalah
karena adanya solidaritas yang didasarkan pada pembagian kerja.Pembagian kerja
sebagai salah satu unsur terpenting dalam solidaritas, karena dalam pembagian
kerja tersebut masyarakat hidup saling bergantung dan berhubungan. Durkheim
membagi solidaritas tersebut menjadi dua macam, yaitu solidaritas mekanis dan
solidaritas organis. Solidaritas mekanis didasarkan atas persamaan. Ciri
masyarakat dengan solidaritas mekanis ini ditandai dengan adanya kesadaran kolektif
dimana mereka mempunyai kesadaran untuk hormat pada ketaatan karena nilai-nilai
keagamaan masih sangat tinggi. Hukuman yang terjadi bersifat represif yang
dibalas dengan penghinaan terhadap kesadaran kolektif sehingga memperkuat
kekuatan diantara mereka. Pada solidaritas organis cirinya ditandai dengan
kecenderungan masyarakat yang individualis. Dan juga masyarakat yang heterogen.
Pembagian kerja pada masyarakat organis berdasarkan adanya perjanjian dan
tujuan yang sama.
Variabel
|
Indikator
|
Item
|
Tipe
masyarakat
|
-
Kegiatan
yang berlangsung di Desa
-
Kepedulian
terhadap tetangga
-
Individualisme
-
Keterikatan
terhadap tetangga
|
-
Jenis-jenis
kegiatan
-
Intensitas
kegiatan
-
Waktu
kegiatan
-
Bentuk
kepedulian masyarakat
-
Komunikasi
antar tetangga
-
Ruang
lingkup mengenal antar tetangga
-
Kepercayaan
antar tetangga
-
Ikatan
darah
|
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Metode deskriptif adalah penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel dengan menghubungkan variabel
yang lain, tanpa membuat perbandingan. Sedangkan metode kuantitatif adalah
penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data yang berbentuk
kata, skema, dan gambar yang diangkakan.
Dengan pengertian diatas maka
penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif untuk mengolah data. Data yang diperoleh dari sampel
populasi penelitian dianalisis dengan menggunakan statistik kemudian di
interpretasi. Kami menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif karena dapat
menentukan tipe-tipe masyarakat secara detail dengan menggunakan perbandingan
angka. Karena dengan menggunakan angka akan terlihat tipe seperti apakah yang
ada di masyarakat. Sehingga mempermudah dalam mengidentifikasi dan menganalisis
rumusan masalah.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi
adalah kumpulan dari keseluruhan pengukuran objek atau individu yang sedang
dikaji. Jadi populasi tidak terbatas pada sekelompok/kumpulan orang-orang,
namun mengacu pada seluruh ukuran, hitungan, atau kualitas yang menjadi fokus
perhatian suatu kajian. Suatu pengamatan/survey terhadap seluruh anggota
populasi disebut sensus. Populasi sering juga disebut universe atau sekelompok individu atau objek yang memiliki
karakteristik yang sama, misalnya status sosial yang sama, atau objek lain yang
mempunyai karakteristik sama seperti golongan darah. Populasi dalam penelitian
ini adalah warga yang berdomisisli di
Desa Sumber Pang Kidul RT 20, dengan jumlah penduduk 197 jiwa.
3.2.2 sampel
Sampel
adalah sebagian, atau subset ( himpunan bagian) dari suatu populasi. Populasi
dapat berisi data yang besar sekali jumlahnya, yang mengakibatkan tidak mungkin
atau sulit untuk dilakukan pengkajian terhadap seluruh data tersebut, sehingga
pengkajian dilakukan terhadap sampelnya saja. Namun jika pengambilan sampel
dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah, maka biasanya sangat mudah
diperoleh hasil-hasil sampel yang cukup akurat untuk menggambarkan populasi
yang dilakukan dalam kajian yang dilakukan. Sampel dalam penelitian ini adalah
warga Dusun Sumber Pang Kidul yang berusia diatas 18 tahun sampai 45 tahun
dengan jumlah 58 penduduk.
3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik Random Sampling
Teknik
random sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana semua dalam populasi
baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk
dipilih menjadi anggota sampel.
Random
sampling yang juga diberi istilah pengambilan sampel secara rambang atau acak
yaitu pengambilan sampel yang tanpa pilih-pilih atau tanpapandang bulu,
didasarkan atas prinsip-prinsip-prinsip matematika yang telah diuji dalam
praktek. Karenanya dipandang paling baik dalam penelitian.
3.4 Metode pengumpulan data
Kami
menggunakan sumber data langsung (Primer) langsung dari narasumber, maka dari
itu kami menggunakan kuisioner sebagai instrumen penelitian untuk pengumpulan
data.
3.4.1 Kuisioner
Kuisioner
adalah teknik pengumpulan data dengan memberikan seperangkat pertanyaan kepada
responden untuk dijawabnya.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan angket menurut uma sekaran (dalam
sugiyono 2007:163) terkait dengan orinsip penulisan angket, prinsip pengukuran
dan penampilan fisik.
Prinsip
penulisan angket menyangkut beberapa faktor antara lain :
-
Harus ada skala yang jelas dalam pilihan
jawaban jika isi pertanyaan ditujukan untuk pengukuran
-
Bahasa harus disesuaikan dengan
kemampuan responden (tidak menggunakan bahasa/istilah yang sulit yang tidak
dipahami oleh responden)
-
Tipe dan pertanyaan bila menggunakan
angket tertutup maka jawabannya bebas bila menggunakan angket terbuka maka
menggunakan pertanyaaan pilihan.
3.4.2 Wawancara
Wawancara
adalah tekhnik pengumpulan data dengan tanya jawab langsung. Wawancara dibagi
menjadi wawancara terstruktur dan tidak terstruktur
-
Wawancara terstruktur adalah wawancara
yang tersusun secara sistematis dan disediakan daftar pertanyaan. Sehingga
wawancara jadi terarah
-
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas, pewawancara tidak
menggunakan pedoman wawancara yang
sistematis.